"Ilmu bertambah (tumbuh berkembang) terus dengan diamalkan, sedangkan harta berkurang setiap kali diinfaqkan (dikeluarkan)"
Ilmu bertambah dengan dua cara, pertama dengan diamalkan, yang kedua
dengan disampaikan kepada orang lain. Oleh karena itu sebagian riwayat
datang dengan lafadz "على الإنفاق" yaitu bertambah ilmu tersebut dengan
diinfaqkan kepada orang lain .
Ilmu bertambah dan tumbuh ketika diamalkan karena ilmu tersebut akan
semakin menancap kokoh di dalam hatinya.
Dan ilmu akan bertambah ketika disampaikan ke orang lain karena
pemiliknya setiap kali menyampaikan ilmu tersebut maka pertama: ilmu
yang ada di dalam hatinya akan bertambah dalam, dan yang kedua: semakin
banyak orang yang mengetahui ilmu tersebut.
Ilmu yang awalnya hanya diketahui oleh satu orang, kemudian disampaikan
kepada 5 orang, maka sekarang yang mengetahui ilmu tersebut menjadi 6
orang. Dan orang yang pertama tidak akan kehilangan ilmu tersebut.
Jadi ilmu seperti api yang awalnya kecil, apabila diambil darinya maka
akan bertambah dan asalnya tidak berkurang.
Bahkan sering seseorang ketika menyampaikan suatu masalah, dia justru
bisa mengetahui masalah yang lain, yang sebelumnya tidak dia ketahui.
Dan ini adalah sebagai balasan dari Allah bagi orang yang berusaha
mengajari ilmu bagi manusia, Allah akan mengajari dia juga ilmu. Dalam
sebuah hadist Qudsi Allah mengatakan:
يا ابن آدم أنفق أنفق عليك
"Wahai anak Adam, berinfaqlah maka Aku akan berinfaq untukmu"
(Muttafaqun 'alaihi, dari hadist Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa infaq disini mencakup infaq ilmu. (Lihat
Miftah Daari As-Sa'aadah 1/128).
Adapun harta, setiap kali dibelanjakan untuk kepentingan dunia maka dia
akan berkurang jumlahnya secara zhahir.
"Mencintai ilmu adalah termasuk agama, yang kita beribadah kepada Allah dengan rasa cinta tersebut"
Ilmu agama adalah warisan para nabi 'alaihimussalam, Allah mencintai
ilmu ini dan mencintai para pembawanya, dan mencintai apa yang dicintai
Allah adalah ibadah, oleh karena itu mencintai ilmu adalah termasuk
diperintahkan dalam agama dan merupakan ibadah kepada Allah.
Adapun mencintai harta dunia maka bukan termasuk ibadah, dan dalam
keadaan tertentu bisa tercela.
"Ilmu membuahkan ketaatan orang lain kepada orang yang berilmu tersebut semasa dia hidup"
Maksudnya seseorang yang berilmu, ilmunya akan menjadi sebab adanya
ketaatan orang lain kepadanya, tanpa adanya pemaksaan. Apabila dia
berbicara akan didengar, apabila dia berpendapat akan dianggap
pendapatnya, bahkan oleh para penguasa sekalipun. Yang demikian karena
para ulama mereka tidak berbicara dan berpendapat kecuali dengan ilmu
yang diambil dari firman Allah dan hadist Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam.
"Ilmu meninggalkan sebutan yang baik setelah meninggalnya orang alim tersebut"
Maksudnya seorang alim apabila meninggal maka nama baik dan jasanya
akan dikenang oleh manusia sepanjang masa.
Lihat para ulama yang meninggal ratusan tahun yang silam, dari semenjak
para sahabat sampai zaman sekarang, Allah masih mengabadikan nama mereka
sampai hari ini. Nama-nama mereka banyak disebut di majelis-majelis
ilmu, di kitab-kitab dan lain-lain. Buku-buku mereka masih dibaca dan
memenuhi perpustakaan-perpustakaan.
"Apa yang diperbuat karena harta akan hilang bersama kemusnahannya"
Maksudnya hubungan antara manusia yang hanya didasarkan harta akan
musnah bersama musnahnya harta tersebut, seperti seseorang yang
mencintai atau menghormati orang lain karena diberi harta, maka ketika
dia tidak lagi memberinya harta, diapun tidak lagi mencintai dan
menghormatinya.
Berbeda dengan hubungan dan saling mencintai karena ilmu maka ini akan
kekal meskipun 'alim tersebut sudah tidak bisa memberikan ilmu karena
pikun misalnya, bahkan ketika dia sudah meninggal, hati manusia masih
mencintainya.
"Orang yang menumpuk harta maka mati (nama mereka) sedang mereka
dalam keadaan hidup (jasadnya), dan para ulama (namanya) akan tetap ada
selamanya; jasad mereka hilang (musnah), tapi sifat-sifat teladan mereka
(yaitu para ulama) ada di dalam hati (manusia)"
Maksudnya orang yang memiliki harta maka nama-nama mereka tidak
disebut, dan tidak terkesan dalam hati manusia apabila harta tersebut
tidak sampai manfaatnya kepada mereka, sehingga dia dianggap seperti
orang yang sudah mati, meskipun mereka sebenarnya hidup.
Ini berbeda dengan ilmu, dimana pemiliknya meskipun sudah meninggal
tetapi tetap diingat oleh manusia dalam hati mereka dan sering disebut
oleh lisan mereka, seakan-akan para ulama tersebut masih hidup.
Demikianlah sebagian keutama
by : husnaini wirayanti
by : husnaini wirayanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar